Pengalaman Seorang Guru di Pedalaman Papua
Seorang guru yang dikenal sebagai "Guru Segala Cuaca" di pedalaman Papua, Lukman Karsito, memiliki kisah hidup yang sangat menarik dan penuh pengorbanan. Ia memulai perjalanan karier mengajar di pedalaman Papua sejak enam tahun lalu, setelah meninggalkan kehidupan di Jawa yang lebih nyaman.
Pada bulan September 2019, Lukman tiba di SD Amajaman, Kampung Masin, Distrik Obaa. Sekolah tersebut memiliki bangunan yang tidak layak dan tidak memiliki ruangan yang memadai. Atap dan meja dari kayu, ruangan terbuka, dan lantai beralaskan tanah menjadi gambaran sekolah pertama Lukman bekerja. Di sana, ia tinggal bersama masyarakat setempat dan beradaptasi dengan lingkungan yang jauh dari kehidupan perkotaan.
Lukman awalnya datang ke pedalaman Papua karena ikut dalam program Pemerintah Kabupaten Maapi yang bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada. Program ini disebut Guru Penggerak Daerah Terpencil (GPDT). Awalnya, ia hanya di kontrak selama dua tahun, tetapi akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal karena merasa anak-anak didiknya sangat membutuhkannya.
Setelah masa kontrak habis, Lukman lolos seleksi P3K dan mendapatkan SK PPPK. Hal ini membuatnya dipindahkan ke Distrik Venaha. Namun, jarak antara tempat tinggalnya dan distrik sangat jauh, sehingga biaya transportasi mencapai Rp3.000.000 hingga Rp4.000.000. Meski begitu, Lukman tetap bertahan di sana karena ingin memberikan pelajaran kepada anak-anak.

Rasa Cinta Masyarakat untuk Lukman
Pengorbanan Lukman juga dirasakan oleh masyarakat di Kampung Masin. Merintis sekolah hanya dengan satu rekannya menjadi bukti pengorbanannya. Lukman selalu bergantian dengan satu rekannya jika salah satu dari mereka pulang. Ia menjelaskan bahwa saat merintis sekolah, mereka hanya dua orang guru, dan jika salah satu pulang, maka yang lain harus tetap bertugas.
Selain itu, saat pertama kali membangun sekolah, Lukman dan rekan-rekannya bahu membahu untuk membangun ruangan sekolah beserta fasilitasnya dengan sederhana. Mereka menggunakan papan bekas dan paku bekas untuk membuat dua ruang kelas. Pembagian dua kelas itu didasari dari kemampuan anak-anak dalam membaca dan menulis. Meski usia siswa-siswinya sudah cukup tua, mereka masih membutuhkan pembelajaran dasar.
Kesabaran dan Usaha Keras jadi Kunci
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia ini mengungkapkan betapa sulitnya akses komunikasi pada saat itu. Jaringan internet belum ada, sehingga Lukman menggantungkan handphone jadulnya di atas pohon selama 24 jam. Selain itu, fasilitas seperti listrik dan air juga belum tersedia di Distrik Venaha. Belum adanya air membuat Lukman memanfaatkan air hujan sebagai penggantinya.
Di tempat sebelumnya, selain fasilitas sekolah yang kurang memadai, tempat tinggal Lukman juga memprihatinkan. Ia tinggal di rumah panggung dengan ukuran tiga meteran. Meski begitu, ia tetap sabar dan berusaha menghadapi segala tantangan.
Guru Segala Cuaca Bukan Sekadar Mata Pelajaran Semata
Pengorbanannya itu lah yang membuat Lukman melabeli dirinya sebagai “Guru Segala Cuaca” yang berarti tahan banting menghadapi berbagai macam problematika. Ia juga menyoroti beberapa hal yang kerap menganggu proses belajar mengajar di pedalaman Papua, seperti jarak sekolah jauh dengan kampung tempat tinggal dan kelaparan yang kerap dirasakan mayoritas muridnya.
Siswa-siswi Lukman sering harus rela jauh dari orang tua untuk menginap di rumah masyarakat sekitar sekolah. Selain itu, banyak siswa yang kelaparan dan jarang makan, sehingga proses belajar mengajar hanya sampai pukul 12.00 WIT.
Meskipun menghadapi banyak kendala, Lukman tetap berkomitmen untuk terus mengajar dan memberikan yang terbaik bagi anak didiknya.
Satukan Gerak Terus Berdampak, Kita Satu Indonesia
Tidak hanya mengajar dan menunaikan tugasnya, Lukman terus memberikan motivasi kepada anak-anak didik dan masyarakat yang pernah disinggahinya meski sudah terpisahkan oleh jarak. Ia juga kerap memberikan bantuan kepada mereka karena dahulu, masyarakat juga begitu mencintai dan mengasihinya.
Lukman juga memiliki adik angkat yang sukses diantarkannya hingga mengenyak Sekolah Tinggi Ilmu Pertahanan di Yogyakarta. Ia turut mendorong anak tersebut untuk berani ambil risiko keluar dari zona nyaman hingga mendapatkan beasiswa.
Apresiasi Satu Indonesia Awards untuk Anak-anak Pedalaman Papua
Lukman mengaku apresiasi Satu Indonesia Awards ini ia persembahkan juga untuk anak-anak didiknya. Selain itu, apresiasi ini juga diharapkan mampu memberikan motivasi lebih bagi rekan-rekan guru sejawatnya yang kini mengabdikan diri di pedalaman Papua. Ia berharap apresiasi ini dapat membuat anak-anak di pedalaman Papua lebih dikenal dan mendapatkan perhatian nasional.
Berkomentarlah dengan bijak, bagi yang memberikan link aktif akan langsung hapus. Terima Kasih