Ironi Taman Anak di Gang Royal Jadi Tempat Buang Alat Kontrasepsi

Erlita Irmania
0


JAKARTA, Erfa News—
Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan taman bermain anak di Gang Royal, RW 13, Penjaringan, Jakarta Utara, yang dibangun pemerintah untuk menyediakan ruang publik yang aman, justru berubah fungsi menjadi lokasi pembuangan alat kontrasepsi bekas dari aktivitas prostitusi di sekitar rel kereta.

RTH dan taman bermain tersebut dibangun sekitar tahun 2023 setelah puluhan bangunan liar tempat prostitusi di Gang Royal, baik di Jakarta Utara maupun Jakarta Barat, dibongkar total. Namun, aktivitas prostitusi tidak benar-benar hilang.

Prostitusi di Gang Royal terjadi di sisi kanan dan kiri rel kereta api yang menjadi perbatasan antara Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Setelah bangunan liar di Jakarta Barat dibongkar pada Oktober 2025, aktivitas itu kembali muncul melalui tenda-tenda bongkar pasang. Tenda-tenda tersebut didirikan tepat di atas RTH dan taman bermain anak.

“Iya betul, setelah pembongkaran di barat lalu dia bergeser atau bangun lagi tenda-tenda itu di wilayah utara,” ujar Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) RW 13, Endang Wijaya Diharja (23), Selasa (18/11/2025).

Sebelum pembongkaran, hanya ada dua tenda bongkar pasang di Jakarta Utara. Kini jumlahnya bertambah menjadi sekitar 13 tenda.

Alat kontrasepsi berserakan di taman
Aktivitas prostitusi yang masih berlangsung membuat area RTH dan taman bermain anak kerap dipenuhi alat kontrasepsi bekas. Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PJLP) menjumpai temuan tersebut hampir setiap pagi.

“Iya benar kadang ada tisu magic, kondom, botol minuman,” kata Yoyo (bukan nama sebenarnya, 43), salah satu petugas Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP).

Bahkan, Yoyo pernah mendapati anak-anak menemukan kondom bekas. “Bahkan, anak kecil memberi unjuk ke saya lagi meniup kondom,” ujar Yoyo.

Ia mengaku kerap menemukan tisu magic yang terbawa angin dan jatuh ke RTH setiap hari. Petugas harus bekerja ekstra untuk memastikan tidak ada alat kontrasepsi tersisa yang dapat dijangkau anak-anak.
"Kalau tisu mah hampir setiap hari, enggak bisa dihitung banyak, namanya dia buang sembarangan terus ada kereta kena angin jatuh ke taman," jelas Yoyo.

Warga dan petugas resah
Yoyo dan warga sekitar mengaku sangat khawatir. Selain mengganggu kebersihan, mereka takut anak-anak terpapar material berbahaya.

“Ya, sangat meresahkan saya melihat anak kecil megang-megang alat kontrasepsi, kami tidak tahu apakah itu bekas yang punya penyakit atau tidak,” ujar Yoyo.

Temuan ini rutin ia laporkan, termasuk laporan yang dibuat orangtua anak yang sempat meniup kondom bekas melalui aplikasi JAKI.

Namun, prostitusi masih berjalan dan sampah terus berserakan.

Sekretaris RT 002 RW 13, Agung (46), menjelaskan warga sulit melakukan penertiban karena tenda-tenda tersebut dibangun di area RTH dan taman, yang belum diserahkan pengelolaannya oleh Pemprov DKI kepada warga.

Karena tidak ada wewenang resmi, pelaku prostitusi merasa bebas mendirikan tenda. Agung berharap taman tersebut dapat diubah menjadi RPTRA agar warga bisa ikut mengelola.

"Harapannya ditertibkan jadi RPTRA, jadi UMKM, taman bermain, atau taman baca anak, ditambah lagi dengan acara keagamaan dan olahraga seperti futsal untuk anak wilayah itu yang kita inginkan," ungkap Agung.

Pemerintah dinilai gagal putus mata rantai prostitusi
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menilai kondisi ini menunjukkan pemerintah belum berhasil menyelesaikan persoalan prostitusi di Gang Royal sampai tuntas.

“Kalau diubah menjadi tempat bermain untuk mengelabui berbagai pihak padahal itu masih menjadi tempat prostitusinya, berarti artinya tidak terselesaikan sampai ke akar permasalahannya,” ujarnya.

Menurut dia, RTH dan taman bermain seharusnya menjadi ruang aman bagi anak, bukan untuk tempat pembuangan alat kontrasepsi bekas.

KPAI mendesak agar pemerintah bisa mengawasi langsung dan menyelesaikan permasalahan prostitusi di Gang Royal yang meresahkan.
"Untuk kembali menyelesaikan sampai akar permasalahannya dan secara langsung membangun kembali kondusifitas masyarakat supaya tidak terjadi lagi prostitusi di sana, apalagi terdapat tenda-tenda yang seharusnya enggak ada," tegas Ai.

Dampak serius bagi anak
KPAI menegaskan, anak-anak yang tumbuh di lingkungan prostitusi rentan mengalami dampak fisik dan psikologis, serta perilaku menyimpang.

"Banyak hal-hal yang seharusnya tidak terjadi atau belum mereka ketahui tapi mereka ketahui, kayak kontrasepsi dikira mainan, tentu ini akan berpengaruh buruk terhadap fisik, psikis, dan perkembangan," ungkap Ai.

Bahkan, kata Ai, anak-anak yang biasa menyaksikan aktivitas prostitusi berpotensi mengalami tumbuh kembang yang tidak wajar.

Di sisi lain, anak-anak tersebut juga akan terdorong memiliki perilaku yang menyimpang, seperti melakukan kekerasan, adanya hasrat ingin mencoba, mengumpulkan dan menjual alat kontrasepsi, dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, Ai mendesak agar pemerintah selalu mengambil tindakan tegas terhadap setiap laporan warga mengenai aktivitas prostitusi di Gang Royal.

Lakukan pengawasan ketat
Di sisi lain, KPAI juga tak akan tinggal diam terhadap praktik prostitusi di Gang Royal yang mengancam masa depan anak-anak.

"KPAI akan melakukan langkah pengawasan dan koordinasi dengan berbagai pihak berarti ini ada disfunction antara pemerintah, partisipasi masyarakat, kemungkinan penyelesaian masalah yang sudah dirumuskan tidak terselenggara dengan optimal," ucap Ai.

Ke depannya, Ai berujar, KPAI akan memperjuangkan agar anak-anak di Gang Royal bisa mendapatkan ruang bermain yang layak dan aman.

KPAI juga meminta agar penertiban dan pengawasan yang ketat dilakukan pemerintah setempat agar aktivitas prostitusi tersebut tak lagi terjadi.

Namun, Ai tetap meminta penertiban yang dilakukan terus menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

"Kami mengimbau dilakukan dengan langkah-langkah absertif, kemanusiaan, bukan represif apalagi dengan pola-pola kekerasan tentu ini kami tolak," jelas Ai.

Penertiban sesuai aturan
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Iqbal Akbarudin memastikan penertiban terus dilakukan melalui pembongkaran dan razia rutin, sesuai dasar hukum yang berlaku.

"Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Penertiban Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) dilakukan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dan Peraturan Gubernur Nomor 169 Tahun 2014 tentang Pola Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial," tutur Iqbal.

PSK yang terjaring diberikan pembinaan selama satu tahun di Panti Sosial Perlindungan Bina Karya Harapan Mulia, termasuk pelatihan keterampilan untuk mencari pekerjaan baru.

Tak hanya melakukan penertiban, Dinas Sosial juga selalu memberikan sederet pembinaan terhadap PSK yang ditangkap.

Para PSK yang ditangkap akan dibina selama satu tahun di Panti Sosial Perlindungan Bina Karya Harapan Mulia.

Di sana, mereka akan mendapatkan pembinaan keterampilan seperti tata boga, tata rias, seni musik, dan lain sebagainya.

Keterampilan-keterampilan tersebut diharapkan bisa menjadi modal para PSK untuk mencari peluang kerja baru setelah keluar dari panti sosial.

Post a Comment

0Comments

Berkomentarlah dengan bijak, bagi yang memberikan link aktif akan langsung hapus. Terima Kasih

Post a Comment (0)