Israel Terbuka, ISF Bantu Hancurkan Hamas

Erlita Irmania
0

Pemulihan Kondisi di Jalur Gaza dengan Pasukan Stabilisasi Internasional

Amerika Serikat disebut akan memulai penerjunan pasukan Stabilisasi Internasional (ISF) ke Jalur Gaza pada awal 2026. Pasukan ini diperkirakan menjadi utusan AS untuk PBB sebagai peluang bagi Israel untuk melucuti perlawanan Palestina. Setelah Dewan Keamanan PBB menyetujui resolusi pembentukan pasukan multinasional, pemerintah AS mulai mempercepat proses pembentukannya.

Menurut seorang pejabat AS yang berbicara kepada the Jerusalem Post, pasukan ISF pertama diperkirakan tiba di Jalur Gaza pada awal tahun 2026. Saat ini, beberapa negara telah menyatakan minatnya untuk menyumbangkan pasukan ke pasukan tersebut. Meskipun tidak dirinci negara mana saja yang dimaksud, sumber lain mengatakan bahwa Azerbaijan dan Indonesia saat ini adalah dua negara yang paling mungkin mengirim tentara.

Untuk saat ini, pelatihan untuk penempatan pasukan ke Gaza belum dimulai, dan upaya masih dilakukan untuk mendapatkan pendanaan besar yang diperlukan untuk operasi ISF di Jalur Gaza.


Presiden Donald Trump bersama Presiden Prabowo Subianto dan kepala negara lainnya saat menghadiri KTT perdamaian Timur Tengah di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin (13/10/2025). - (Suzanne Plunkett/Pool Photo via AP)

Sumber diplomatik mengatakan kepada Jerusalem Post bahwa selain negara-negara Arab, negara-negara Eropa juga telah didekati untuk meminta bantuan mengenai masalah ini. Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan bahwa ia memandang pasukan tersebut bukan sebagai pasukan PBB, dan bukan sebagai perubahan dalam doktrin keamanan Israel. Namun, sebagai peluang bagi Israel untuk mencapai tujuan jangka panjang demiliterisasi Gaza dan membongkar kapasitas militer Hamas.

Danon berbicara hanya beberapa jam setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Senin malam, di mana resolusi pimpinan AS untuk mengerahkan ISF ke Gaza disetujui, dengan 13 suara mendukung dan abstain dari China dan Rusia. Lima anggota tetap DK PBB adalah Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Tiongkok, dan Perancis. Sepuluh negara lainnya memegang keanggotaan sementara. Saat ini posisi tersebut dipegang oleh Aljazair, Denmark, Yunani, Guyana, Pakistan, Panama, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Somalia.

Danon berbicara pada debat DK PBB dan menekankan bahwa rencana apa pun untuk masa depan Jalur Gaza memerlukan “pelucutan senjata total dan pencegahan mempersenjatai kembali Hamas,” kata kantornya. Hamas menolak pengesahan resolusi tersebut oleh DK PBB, dengan mengatakan bahwa resolusi tersebut gagal memenuhi hak dan tuntutan rakyat Palestina dan berupaya untuk memaksakan perwalian internasional di Jalur Gaza yang ditentang oleh warga Palestina dan “faksi perlawanan”.

Namun Otoritas Palestina mengeluarkan pernyataan menyambut resolusi tersebut dan menyatakan siap mengambil bagian dalam implementasinya. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memastikan TNI siap mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan mandat untuk pengiriman pasukan.

"TNI sudah mempersiapkan satuannya untuk tugas-tugas perdamaian di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," kata Sjafrie saat ditemui awak media di Bandara IMIP, Morowali, Sulawesi Tengah, Kamis (20/11/2025).


Menhan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025). - (Erfa News/Erik Purnama Putra)

Walau sudah mendapat persetujuan dari PBB, Sjafrie mengaku jajarannya masih harus menunggu keputusan pemerintah dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan pengiriman pasukan. "Kita tunggu keputusan politik dari pemerintah," jelas dia. Untuk diketahui, TNI sudah menyiapkan 20.000 pasukan untuk dikirim ke Gaza melakoni misi perdamaian PBB. Ke-20.000 pasukan itu terdiri dari satuan kesehatan dan Zeni yang membidangi pembangunan konstruksi. Tidak hanya pasukan, TNI juga sudah menyiapkan peralatan dari mulai di bidang kesehatan dan pengerjaan konstruksi untuk mendukung kerja pasukan di Gaza.

Menurut resolusi DK PBB, ISF akan beroperasi di Gaza melalui kerja sama dengan Israel dan Mesir, serta dengan mandat awal selama dua tahun. Pasukan tersebut bertugas mengamankan perbatasan Gaza, melindungi warga sipil, menyalurkan bantuan kemanusiaan, melatih kembali kepolisian Palestina, serta mengawasi proses pelucutan senjata Hamas dan kelompok bersenjata lainnya.

Rencana pengiriman Pasukan Stabilisasi ke Gaza kembali menjadi sorotan setelah Dewan Keamanan PBB membuka mandat bagi negara-negara untuk berkontribusi. Ketua Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Broto Wardoyo, menegaskan bahwa Indonesia dapat berpartisipasi sepanjang mandat PBB jelas. Namun, pemerintah harus memastikan misi ini dipahami secara tepat dan tidak disamakan dengan misi penjaga perdamaian (peacekeeping).


Komentar Ketua Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Broto Wardoyo soal pasukan stabilisasi Gaza.

“Kalau peacekeeping kan ada kesepakatan yang dijaga. Kalau stabilisasi itu memastikan kondisinya menjadi lebih stabil, lebih damai, lebih tenang. Nah, itu kadang-kadang dia harus aktif, jadi tidak selalu pasif, tidak selalu defensif,” ujarnya saat ditemui usai sambutan dalam diskusi publik bertajuk 'Ruang Gelap Distribusi Bantuan Kemanusiaan di Tengah Gencatan Senjata' di Auditorium Komunikasi FISIP UI, Depok, Kamis (20/11/2025).

Karena itu, menurutnya, pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan secara matang bentuk kontribusinya. “Siapa yang akan dikirim di kita? Kalau TNI, bagian mana dari TNI yang dikirim? Apakah itu combat atau non-combat? Nah, itu yang penting sebetulnya,” ucapnya. Klarifikasi-klarifikasi itu yang dibutuhkan agar tadi tidak ada concern tentang nanti kalau kita ketemu dengan Hamas gimana dan seterusnya. Jadi, arahnya lebih ke sana sih,” katanya.

Broto menekankan bahwa mandat PBB pada dasarnya memberi ruang bagi Indonesia untuk ikut serta. Namun keputusan akhir tetap membutuhkan detail teknis terkait peran, batasan, dan aturan operasi bagi pasukan Indonesia. Dari sisi kemanusiaan, Broto menilai konsep dasar Pasukan Stabilisasi yang diikuti dengan proses rekonstruksi merupakan langkah positif. Namun keberhasilan misi ini hanya mungkin tercapai jika masyarakat Gaza dilibatkan secara nyata. “Kalau tidak dilakukan dengan hati-hati dan tidak melibatkan publik Gaza sendiri, tidak akan berhasil,” katanya.

Ia menegaskan bahwa Gaza memiliki struktur sosial yang unik, dengan ikatan kesukuan dan kekeluargaan yang sangat kuat. Karena itu, siapapun yang akan terlibat dalam rekonstruksi harus memastikan ada mitra lokal yang kredibel dan diterima masyarakat.


Ragam Faksi Militer di Palestina - (Erfa News)

Ia juga mengingatkan bahwa wilayah Gaza tidak sepenuhnya didominasi satu kelompok. Karena itu, representasi dari berbagai kelompok, termasuk Hamas, tidak bisa dikesampingkan. “Mereka bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Gaza. Jadi, mereka tetap harus di-engage. Harus tetap diajak bicara untuk tahu kontennya apa, maunya apa, dan seterusnya,” ujarnya. Meski struktur lembaga-lembaga rekonstruksi seperti Pusat Koordinasi Sipil-Militer (CMCC) hingga stabilization post telah disiapkan dalam skema Dewan Keamanan, Broto menilai hal tersebut tidak cukup tanpa kehadiran pemimpin lokal. “Kalau tidak ada orang lokal yang juga terlibat di dalamnya, mewakili kelompok-kelompok yang ada di situ, ya akan sulit,” tegasnya.

Post a Comment

0Comments

Berkomentarlah dengan bijak, bagi yang memberikan link aktif akan langsung hapus. Terima Kasih

Post a Comment (0)