Gubernur Evaluasi Menyeluruh Usai Ibu Hamil Meninggal Ditolak 4 RS, Nasib Direktur Terancam

Erlita Irmania
0

Evaluasi Menyeluruh Layanan Kesehatan di Papua Pasca-Kasus Ibu Hamil Meninggal

Gubernur Papua, Mathius Fakhiri, akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap layanan kesehatan di Provinsi Papua setelah kasus ibu hamil meninggal dunia karena ditolak oleh empat rumah sakit. Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

Mathius Fakhiri menegaskan bahwa pihaknya tidak akan segan mencopot tenaga kesehatan yang terbukti menolak merawat pasien. Ia juga menyampaikan permintaan maaf atas kematian ibu hamil tersebut dan mengatakan bahwa tragedi ini mencerminkan masalah mendasar dalam pengawasan, kerusakan peralatan medis, serta budaya pelayanan yang tidak mengutamakan keselamatan pasien.

Penolakan Berulang Saat Persalinan

Irene Sokoy, ibu hamil asal Kampung Hobol, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, meninggal dunia setelah empat kali ditolak oleh rumah sakit saat hendak bersalin. Suami Irene, Neil Castro Kabey, menjelaskan bahwa mereka awalnya ditolak dari rumah sakit pertama dengan alasan tidak ada dokter yang bertugas. Istrinya memerlukan tindakan operasi karena kondisi bayi.

Di rumah sakit keempat, Neil diminta uang Rp4 juta untuk persalinan di bangsal VIP. Pihak rumah sakit beralasan ruangan untuk pasien BPJS sudah penuh. Akibatnya, Neil membawa istrinya ke RSUD Jayapura, namun dalam perjalanan, Irene dan bayinya meninggal dunia.

Penjelasan dari Pihak Rumah Sakit

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Yowari, Maryen Braweri, memberikan klarifikasi atas kematian Irene Sokoy dan bayinya. Ia menjelaskan bahwa pasien datang ke RSUD Yowari pada Minggu (16/11) sore dan rencananya melahirkan secara normal. Namun, karena kondisi jantung janin menurun, dokter menyarankan operasi. Sayangnya, dokter kandungan di RSUD Yowari sedang berada di luar kota, sehingga pasien dirujuk ke RS Dian Harapan.

Dari koordinasi tersebut, Irene Sokoy dirujuk ke RS Dian Harapan didampingi dua perawat bersama keluarga menggunakan ambulans RSUD Yowari. Namun, dalam perjalanan, RS Dian Harapan mengabarkan bahwa ruang untuk BPJS Kesehatan kelas III sedang penuh dan dokter spesialis anastesi juga tidak ada. Akhirnya, pasien dibawa ke RSUD Abepura, tetapi ditolak karena ruang operasi sedang direnovasi. Selanjutnya, pasien dibawa ke RS Bhayangkara, namun ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh dan hanya tersedia ruang VIP, yang membutuhkan uang muka sebesar Rp4 juta.

Proses Rujukan yang Tidak Sesuai Prosedur

Direktur RS Bhayangkara, Rommy Sebastian, mengklaim bahwa pihaknya tidak pernah menolak pasien rujukan. Namun, ia menyoroti bahwa prosedur rujukan belum dilakukan dengan benar. Menurut Rommy, setiap pasien rujukan harus mengisi Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) agar bisa terbaca oleh rumah sakit tujuan. Hal ini tidak dilakukan oleh RSUD Yowari, sehingga penyebab penolakan tidak sepenuhnya dapat disalahkan pada pihak RS Bhayangkara.

Selain itu, pihak RS Bhayangkara telah memberikan edukasi kepada keluarga pasien bahwa ruang untuk BPJS kelas III dalam keadaan penuh. Oleh karena itu, pasien harus dikenakan tarif umum jika ingin ditangani.

Penolakan di RS Dian Harapan?

Pihak Rumah Sakit Dian Harapan membantah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari. Mereka mengaku telah menyampaikan kondisi layanan dan ketersediaan dokter serta ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien dibawa. Saat itu, ruang NICU penuh oleh delapan bayi, ruang kebidanan juga penuh, dan dokter spesialis Obgyn sedang cuti. Dokter spesialis anastesi mitra yang akan dipanggil membutuhkan waktu koordinasi tambahan jika harus melakukan operasi darurat.

Petugas RSUD Yowari yang tiba di RS Dian Harapan sekitar pukul 01.10 WIT, kemudian meminta dokter jaga RS Dian Harapan memberikan cap rumah sakit dan mengedukasi keluarga pasien bahwa dokter Obgyn dan anestesi tidak siaga dan ruang perawatan penuh. Setelah penjelasan diterima, pihak keluarga memutuskan melanjutkan rujukan ke rumah sakit lain.

Langkah Tegas dari Gubernur

Sebagai tindak lanjut, Mathius Fakhiri menyatakan seluruh direktur rumah sakit di bawah kewenangan Pemprov Papua akan dievaluasi. Ia juga meminta dukungan pemerintah pusat untuk mempercepat perbaikan sarana, tata kelola, serta standar pelayanan medis di Papua.

"Kami akan mengambil langkah tegas agar kasus seperti ini tidak terulang," kata Mathius. Ia menegaskan bahwa hal ini juga telah dilaporkan kepada Menteri Kesehatan.

Post a Comment

0Comments

Berkomentarlah dengan bijak, bagi yang memberikan link aktif akan langsung hapus. Terima Kasih

Post a Comment (0)